4. Perang Maknawi dan Lemahnya Semangat

    Saat ini, orang-orang merasa bangga dan menganggap sebuah kehormatan kalau dia dapat bepergian ke Amerika. Kita katakan kepadanya, "Kamu jangan bepergian kesana, kecuali kalau memang faktor-faktor yang mengharuskannya pergi kesana. Akan tetapi kamu jangan melihat bangsa penjajah ini dengan sudut pandang yang membuatmu terheran-heran, takjub, terpana dan terpaku karenanya. Karena kamu datang dari negeri yang menjujung tinggi sebuah peradaban."

    Seorang penyair mengatakan:

"Dari negerikulah ilmu pengetahuan dituntut, dan ilmu pengetahuan yang dituntut dari negara Barat yang sangat dungu, tidak berarti.


Negeriku juga menjadi tempat diturunkannya wahyu Ilahi, bahkan denegeriku juga Allah mengutus Nabi-Nya yang paling mulia dan agung."

    Negeri ini adalah negeri yang asli, maka jangan sekali-kali kamu takjub dan terpana teknologi canggih yang telah mereka capai. Mulai dari kepemilikan mereka terhadap rudal, bom nuklir, dan kapal-kapal perang serta kapal terbang yang canggih. Karena inilah bagian mereka dari dunia ini. Sebagaimana Allah berfirman kepada mereka,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
    "Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (Ar-Ruum: 7)

    Betapa sering kita terpenjara oleh kata-kata yang tidak bertanggung jawab, misalnya: primitif, keterbelakangan, negara-negara berkembang, dunia ketiga, dan lain-lain. Semua kata-kata ini adalah racun-racun yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita melihat mereka itu (bangsa Barat) sebagai masyarakat yang berperadaban; negara maju dan berkembang.

    Dalam buku yang berjudul "Manusia Tidak Dapat Berdiri Sendiri", seorang warga Amerika, Cruise Mayerson mengatakan, "Wawahi kaum muslimin, kami telah mempersemahkan kapal terbang, kulkas, AC, penghangat, dan pendingin ruangan, tetapi kalian, dengan Islam kalian, belum mempersembahkan sesuatu apapun untuk kami."

    Sesungguhnya, mereka sangat membutuhkan Islam. Sesungguhnya mereka hidup dalam kegelapan yang sangat pekat. Lembaran-lembaran sistem mereka telah dilemparkan dan dibakar dilapangan. Mereka mencoba sistem kapitalis, tetapi tidak memberikan sesuatu apapun. Mereka mencoba sistem komunis, sosialis. Mereka telah mencoba semua sistem buatan manusia, tetapi mereka tidak mendapatkan kebaikan sedikit pun. Sehingga banyak dari para pemikir, para ilmuwan dan para cendekiawan mereka memeluk agama Islam. Namun pada kesempatan yang sama, orang-orang tolol dan orang-orang dungu dari kita memproklamirkan keunggulan dan kecanggihan mereka itu. Apakah kesembuhan diminta dari seorang yang sakit? Apakah makanan diminta dari seorang yang lapar? Apakah air diminta dari seorang yang kehausan?

    Sesungguhnya kerugian yang sangat parah dan dahsyat akan menimpa kita, manakala kita menghinakan sesuatu yang kita miliki. Sesungguhnya kita adalah umat yang berjalan di atas pondasi-pondasi yang kokoh, umat yang orisinil dan sangat dalam, dari barat sampai timur. Kita semua dikumpulkan oleh Kitabullah, Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Kiblat kita satu dan kita shalat dalam waktu-waktu yang teratur rapi. Orang miskin dan kaya diantara kita memiliki derajat yang sama. Kita tidak membeda-bedakan warna kulit dan tidak ada perbedaan kesukuan dan ras dalam Islam. Tidak seperti mereka yang berpegangan kepada unsur ras dan kesukuan (tingkatan kasta)

Wahai saudaraku, kamu belum menciptakan rudal, kapal terbang, kulkas, penghangat dan pendingin ruangan untuk kami. Duduklah, dengarkanlah kami dan bacalah kitab "Fathul Baari, Riyaadhus As-Shaalihiin, dan Buluughul Maraam."
    Keputusan, kemerosotan dan perang urat syaraf merupakan hal-hal yang dapat ditanamkan kaum penjajah ditengah-tengah masyarakat kita. Hal ini adalah permasalahan yang sudah dipelajari secara serius dan diletakkan dalam beberapa langkah, acara dan studi yang matang. Yang ingin saya katakan disini bahwa pertama kali, kita harus bangga dengan mengemban kalimat "Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah" Sehingga dengannya kita akan membuka dunia ini untuk kedua kalinya, sebagaimana yang dilakukan para pahlawan kita, ketika mereka tetap berpegang teguh terhadap perjanjian dan sumpah setia ini.

    Inilah secara ringkas sebagian dari penyakit dan sedikit krisis yang menimpa kita. Sebagian krisis yang kita sebutkan ini masih tersisa, seperti krisis kesibukan dengan hal-hal sepele daripada hal-hal yang pokok. Misalnya, menyia-nyiakan waktu terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan asal penciptaan manusia kedunia ini. Kita memang percaya dengan sarana dan cara yang ada, tetapi jangan kita jadikan hal itu sebagai tujuan.

    Sesungguhnya dunia Islam ini banyak menunggu-nunggu sesuatu yang akan diberikan oleh generasi dan remajanya. Muhammad Iqbal, seorang penyair dari Pakistan, datang ke negeri ini dan melakukan thawaf di Ka'bah. Dia sangat mengharap akan mendapatkan generasi muda dinegeri ini adalah generasi yang dihiasi dengan kecintaan kepada "Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah" Generasi yang manusia sangat mengharapkan mereka mati syahid dijalan Allah. Generasi yang bangga dengan penisbatannya kepada Nabi Muhammad SAW. Dia pun menangis dan membuat orang-orang menangis. DIa pun menuliskan syairnya yang berjudul "Mahkotamu adalah Mekkah" Disitu dia mengatakan,

"Kitalah orang-orang yang memiliki kumandang adzan, yang dengannya dunia terbangun dari serangan kantuk yang sangat.
Sehingga gambar-gambar tempat peribadatan merendah dan tersujud untuk keagungan Dzat yang telah menciptakan dan mengadakan alam semesta ini.

Siapakah orang yang menjual hidupnya dengan sangat murah? Dan melihat keridhaan-Mu adalah cita-cita yang paling luhur, lalu dia membelinya?

Atau siapakah yang melemparkan api Majusi, sampai dia menjadi padam dan menjelaskan raut fajar dengan sinar putih dan terang benderang?" 
    Wahai Tuhanku... siapa lagi yang memadamkan api Majusi, selain para sahabat Rasulullah SAW. Ketika mereka bertolak dari padang pasir, mereka belum mempunyai kapal-kapal perang, kendaraan lapis aja, rudal-rudal pemusnah, dan tidak juga memiliki bom-bom nuklir yang canggih.

    Pada suatu kesempatan, salah seorang prajurit kaum muslimin yang masih berusia tiga puluhan tahun, Rib'i bin Amir RA, pergi menjumpai Rustum. Rustum adalah seorang penjahat dan panglima perang bangsa Persia. Ketika dia melihat kudanya yang sangat kurus, pakainnya yang compang-camping, dan tombaknya yang tumpul, Rustum menertawakannya dengan penuh ejekan, dan berkata kepadanya, "Wahai Rib'i, kalian datang untuk membuka dunia ini dengan kuda yang kerempeng, tombak yang tumpul, dan pakaian yang compang-camping ini?"

    Tetapi, dengan lantang Rib'i mengatakan sebuah perkataan bagaikan sambaran petir, bahkan lebih dahsyat. Dia berkata, "Sesungguhnya Allah mengutus kamu untuk mengeluatkan manusia ini dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Rabb manusia, dari kesempitan dunia menuju keluasan akhirat dan dari kelaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam."

    Akhirnya pertempuran pun berkecamuk. Pasukan Kisra berjumlah 280.000 prajurit, semntara pasukan kaum muslimin hanya berjumlah sekitar 30.000 prajurit. Setelah tiga hari kemudian, kaum Atheis, zindik, resialis, dan kaum yang terbelakang itu gagal menaklukan kaum muslimin. Sehingga berkibarlah bendera "Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah" Terdapat banyak sekali para syuhada yang mempersembahkan darah mereka dengan sangat murah di jalan Allah. Ketika Sa'ad bin Abi Waqqash RA melihat kemenangan yang besar ini dan melihat istana Kisra yang megah, yang telah memerintah selama seribu tahun, dia berkata , "Allah Maha Besar, "maka istana yang megah itu pun tertunduk dan guncang. Sa'ad menguraikan air mata.

    Allah berfirman, "Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah. Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. Maka, langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh." (Ad-Dukhaan: 25-29)

    Di antara krisis yang saya singgung secara ringkas juga adalah: waktu. Waktu begitu mahal, namun hanya berlaku bagi orang-orang yang non Islam. Dalam buku "Buanglah Kegelisahan dan Mulailah Hidupmu" Dale Carnegie mengatakan, "Orang-orang Amerika membaca lebih daripada dua belas jam dalam dua puluh empat jam."

    Seorang menteri perang yang binasa dan terlaknat, Mose Dayan mengatakan, "Bangsa Arab adalah sebuah komunitas bangsa yang tidak membaca."

    Jadi, siapa yang akan membaca, kalau bukan kita yang membaca? Siapa yang akan melakukan penelitian, kalau bukan kita yang menelaah? Umat ini ditimpa kejenuhan dan kebosanan. Mungkin salah seorang diantara kita pernah membaca satu jam, kemudian dia mengatakan, "Sesungguhnya mataku mempunyai hak atas diriki, jiwaku juga mempunyai hak atas diriki, dan keluargaku mempunyai hak atas diriku."

    Manusia sering merasa jenuh, Bosan dan kurang bergairah ketika dia dihadapkan dengan turats (peninggalan lama) kaum muslimin generasi terbaik (salafush shalih-ed). Dia tidak bisa membacanya barang satu atau dua baris. Tetapi, mengapa tuan-tuan itu bisa membaca ketika mereka mengendarai kapal terbang atau menaiki kereta api? Mengapa mereka bisa membaca ketika berada diruang tunggu untuk keberangkatan? Mengapa diruang penyambutan kita juga sering menemukan ada orang yang membaca? Apakah orang ini menginginkan surga atau takut kepada neraka? Tidak... tetapi dia mengetahui arti dan berharganya waktu.

Kita adalah umat yang dihitung dengan waktu. Umat, yang satu menit saja, akan dievaluasi. Umat yang melihat bahwa siang dan malam akan memangkas umurnya.
    Wahai generasi muda, manakala kamu mengetahui betapa berharganya waktu...

    Wahai generasi penerus kalimat "Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah"... Wahai anak cucu generasi yang meninggikan kalimat "Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah"... Apabila kamu mengetahui betapa mahal dan berharganya waktu, maka kamu akan berkarya. Kamu akan belajar dan kamu akan menjadi luhur. Sehingga, kita akan menjadi orang yang unggul diantara segenap umat dan bangsa yang lain. Kita akan menpati posisi dan rangking pertama.

    Kita adalah seperti yang digambarkan Abu Faras Al-Hamdani:

    "Kita adalah sebuah komunitas manusia yang tidak akan ada yang mampu menyaingi dan menengahi kita. Kita mempunyai keluhuran dan kuburan di seantero alam semesta."

    Adakalanya kita akan menjadi pemimpin dunia, ulama dunia atau sastrawan dunia. Atau kita meraih mati syahid dijalan Allah. Inilah cta-cita termulia dan terluhur dari seorang muslim. Sedangkan kalau hdup dengan mengekor atau kehidupan yang menghabiskan waktu dengan sia-sia, tidak diisi dengan menelaah atau membaca buku, tidak pernah berdzikir, membaca Al-Quran, maka hal ini sebuah kesalahan besar.

    Ibadah paling besar dan agung dalam memelihara waktu adalah shalat wajib yang lima waktu. Tatkala kamu meninggalkan shalat yang lima waktu ini, ketahuilah bahwa kamu akan menderita kehinaan, kebinasaan dan kerugian yang besar didunia dan akhirat. Ketika kamu enggan melakukan shalat yang lima waktu ini, ketahuilah bahwa lembaran risalah kita tengah dibakar dilapangan. Keorisinilan, keluhuran, keinginan dan kemenangan kita pun telah berakhir.

    Tidak harus semua buku atau bacaan harus dibaca, tetapi yang dibaca itu harus menjadi sesuatu yang baik, membuahkan hasil, bermanfaat, dan berguna. Segala puji bagi Allah, masjid-masjid kita penuh sesak dengan Al-Quran. Perpustakaan-perpustakaan kita tersebar disetiap tempat. Para ulama, juru dakwah, tempat perkumpulan, sastrawan dan para pakar syair kita telah banyak mempersembahkan karya-karyanya dan kita bisa membacanya. Tetapi bagi para pembacanya disyaratkan supaya dia adalah seorang yang beriman, sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya.

    Hendaknya setiap orang bertakwa kepada Allah dan senantiasa merasakan pengawasan Allah didalam setiap pekerjaannya, baik dalam kesembunyian maupun dalam terang-terangan. Apabila salah seorang menulis dalam sebuah buku atau surat kabar, hendaknya dia mengetahui bahwa kelak dihari kiamat, Allah akan meminta pertanggung jawaban terhadap tulisannya itu: Untuk apa dia menulisnya? Mengapa dia menulisnya? Dari siapa dia menulisnya?

    Sedangkan kalau kita meletakkan agama ini disatu sisi dan sastra disisi lain, atau agama disatu sisi dan olahraga disisi yang lain, ini berarti penghancuran terhadap nilai-nilai luhur, syariat, ajaran dan keorisinilan agama kita. Kita adalah umat yang senantiasa bersatu dan saling mengikat. Umat risalah dan umat yang kokoh!

    Wahai umat yang penuh cinta dan cita-cita...

    Wahai umat pemilik risalah yang kekal...

    Wahai generasi kejayaan yang dinanti... Sesungguhnya kami sangat menunggu peranmu! Sehingga umat ini bisa bangkit dari kubangan ketergelincirannya. Sehingga mereka ersadar dari kelalaiannya dan kembali menuju kejayaannya yang gemilang. Kami menunggu kreativitas dari para penulis, para ulama dan juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebangkitan yang besar dan kemajuan yang diidamkan

Langganan via Email...

0 Response to "4. Perang Maknawi dan Lemahnya Semangat"

Post a Comment