4. Lemah Cita-cita


  Banyak di antara pemuda menganggap dirinya "diluar peta", menganggap orang-orang tidak melihatnya, dan menganggap tugas dibebankan untuk orang lain.

    Jika anda bertanya kepadanya, "Mengapa kamu tidak menempa diri agar menjadi mufti di daerahmu?" Ia tentu menjawab, "Kita sudah cukup dengan qadhi (hakim-hakim) agama."

    "Mengapa anda tidak menjadi khatib (penceramah agama)?" Ia tentu menjawab, "Penceramah-penceramah sudah banyak tersebar!"

    Lalu dimana posisi anda? Apa peran anda dalam hidup ini? Apa yang akan anda katakan kelak kepada Allah bila anda diminta-Nya pertanggungjawaban?

    Allah berfirman, "Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-asalannya." (Al-Qiyamah: 14-15).

    Para pemuda sungguh banyak. Mereka memiliki emosi (perasaan-perasaan), cita-cita, dan derita-derita untuk umat ini. Namun, banyak di antara mereka yang tidak tahu kemana dituangkannya perasaan-perasaannya itu atau bagaimana cara menuangkannya. Hal seperti ini berdampak negatif ketika kita melakukan pekerjaan.

    Tidak mesti setiap kita menjadi khatib, dai atau penyair. Tidak. Sebab berbagai bidang terbentang dihadapan dan banyak jalan berbuat baik bisa dilakukan.

    Allah berfirman, "Sungguh tiap-tiap suku mengetahui tempat minumnya (masing-masing)." (Al-Baqarah: 60)

    Yang penting, anda melihat beberapa potensi dan kemampuan anda. Selanjutnya anda bergerak untuk kemajuan Islam, sebatas potensi dan kemampuan anda itu.

Langganan via Email...

0 Response to "4. Lemah Cita-cita"

Post a Comment