3. Menanamkan Makna Ukhuwah

    Diantara cara yang digunakan dalam mendidik pemuda yaitu, menanamkan arti Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam).

    Banyak orang yang berbicara tentang persaudaraan dan menyerukan persaudaraan itu di atas podium (mimbar). Namun ketika turun, ia berinteraksi terhadap orang lain dengan tongkat dan cemeti.

    Ia serukan persaudaraan, namun ketika duduk di suatu tempat, ia pun mulai mencela hamba-hamba Allah, "Si anu manhaj (metode)nya salah... hati-hati dengan si anu dalam masalah akidah... Si anu jelek adabnya... Si anu tidak punya ilmu... Si anu sombong..."

    Dimana arti persaudaraan? Anda ingin saya menjadikan anda sebagai saudara, sementara anda merobek kehormatan saya, menumpahkan darah dan wajah saya?! Anda menginginkan persaudaraan, sementara anda menghina dan mengenjek saya?!

    Orang-orang mendatangi Al-Hasan lalu mereka katakan, "Seseorang telah menggunjing anda." Maka Al-Hasan berkata, "Bawakan kurma untuknya!" Lalu mereka membawa kurma kepada orang itu dan mengatakan, "Al-Hasan yang mengirimkannya untukmu. Kamu memberikan kepada kami pahala-pahala kebaikanmu, dan kami pun memberikan kurma untukmu" Orang itu pun tidak pernah lagi mencela dan menjelek-jelekkan Al-Hasan.

    Seseorang menemui Ibnu Samak, sang penceramah. Lalu orang itu berkata, "Besok kita saling membuka kesalahan masing-masing. Artinya, besok saya akan membuat perhitungan dengan anda, dan anda boleh membuat perhitungan dengan saya." Ibnu Samak berkata, "Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu. Lebih baik kita besok saling mendoakan semoga dosa kita diampuni Allah. Saya mengatakan, 'Semoga Allah memberi ampunan kepadamu. Anda juga mendoakan agar Allah memberikan ampunan kepada saya'."

   Mendefinisikan arti persaudaraan tidaklah mudah. Karena, didalam persaudaraan terdapat beberapa kewajiban. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam: Apabila kamu bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya..."

    Di antara generasi ini kita temukan, ketika sebagian orang berjumpa dengan yang lainnya (hal seperti ini sudah jelas, bukan lagi prasangka atau sekedar terkaan), yang juga seorang pemuda, dia tidak mengucapkan salam kepada saudaranya itu, Ya, kita temukan hal ini dan memang sungguh jelas seperti jelasnya kita melihat bulan dihari raya.

    Dari pendidikan jenis apa orang-orang ini terdidik? Apakah mereka masih menginginkan kemenangan Islam, padahal tidak mau mengucapkan salam dan berjabatan tangan dengan saudaranya? Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kamu bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya."

    Rasulullah SAW menyerukan agar kita berwajah yang cerah ketika mengucapkan salam, "Kalaulah sekiranya kamu jumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri..."

    Rasulullah SAW bersabda, "Apabila ia menasihatimu, maka hendaklah kamu juga memberi nasiha kepadanya."

    Anda akan temukan berbagai kesalahan terbentang dihadapan orang-orang. Namun, apakah saudaranya menasehatinya? Tidak. Anda hanya akan melihatnya menggembar-gemborkan hal itu dimana-mana. Sungguh salah! Allah akan membuat perhitungan!

    Apabila anda bertanya kepadanya, "Demi Allah yang akan membalasmu, kamu membeberkan kesalahan-kesalahannya pada orang lain. Apakah kamu sudah menasihatinya, wahai saudaraku?"

    Tentu jawabannya, "Tidak"

    Apakah anda sudah berbicara dengannya? Apakah anda sudah menulis pesan untuknya? Sesungguhnya Ahlus Sunnah saling nasihat-menasihati, sedangkan Alhi Bid'ah saling menelanjangi kesalahan dan kejelekan masing-masing.

    Seorang penyair mengatakan:

    "Topang aku dengan nasihatmu ketika aku sendiri. Hindarilah menasihati dihadapan banyak orang. Karena nasihat didepan orang banyak, bagian dari celaan. Karenanya, aku tak ingin mendengarnya.
Jika kau tentang aku dan tak terima usulku, jangan sedih bila tak ada kepatuhan."

    Rasulullah SAW bersabda, "Apabila ia mengajakmu (mengundangmu), maka sambutlah!"

    Sulit bagi seorang muslim menolak ajakan atau undangan saudaranya untuk menghadiri acara yang tidak ada hal haram disitu sehingga bisa dimaklumi. Akan dibenarkan bila orang-orang itu memiliki berbagai halangan. Tetapi, alasan berhalangan seseorang hanya bisa diterima dalam hal-hal berikut:

  1. Ia memiliki halangan yang dibolehkan syariat. Maka ini tak jadi masalah, seperti sakit, bepergian, terikat waktunya, atau sudah ada janji sebelumnya. Maka hal ini diperbolehkan.
  2. Ia mengemukakan alasan karena adanya bid'ah atau kemungkaran disekitar orang yang mengundang, Maka ini diperbolehkan
    Imam Ahmad tidak pernah memenuhi undangan orang-orang yang melakukan kemungkaran atau pun maksiat yang jelas-jelas tampak. Misalnya, terdapat minuman keras yang disuguhkan dalam jamuan, atau ada nyanyian ditampilkan dan diperdengarkan ketika acara, dan lain-lainnya

    Sedangkan kalau tidak ada hal-hal tersebut, maka akan menjadi sebab eratnya persaudaraan, bila anda memenuhi undangannya.

    Di antara hak kewajiban dalam Ukhuwah Islamiyah yaitu, anda mendoakannya tanpa ia ketahui. Termasuk bukti kejujuran bila anda mendoakannya tanpa ia ketahui. Hal inilah yang dituntut dari kami dan anda sekalian.

    Lihatlah bagaimana Allah mengangkat derajat Imam Ahmad dan Imam As-Syafi'i. Imam Ahmad bin Hanbal-semoga Allah merahmatinya-pernah berkata kepada putra Imam As-Syafi'i, "Ayahmu termasuk tujuh orang yang kudoakan kepada Allah diwaktu-waktu menjelang shubuh."

    Tujuh orang yang didoakan Imam Ahmad itu adalah sahabat dan saudaranya.

    Abu Darda' selalu mendoakan tujuh puluh sahabatnya tanpa mereka ketahui.

    Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang untuk orang lain tanpa diketahuinya.

    Diantara hak kewajiban persaudaraan, yaitu apabila ia sakit anda menjenguknya. Sehingga, arti persaudaraan benar-benar tampak dalam kenyaaan sebenarnya. Nabi Muhammad SAW memang betul-betul telah melakukannya.

    Dalam Shahih Al-Bukhari diceritakan bahwa para sahabat berkumpul disuatu tempat, lalu Bilal berbicara. Bilal, sang kekasih hati. Kemudian Abu Dzar berkata kepadanya, "Sampai-sampai kamu hai anak wanita hitam juga berbcara!" Abu Dzar memang belajar dalam bimbingan Nabi SAW, tapi saat itu khilaf.

    Bilal pun mengadukannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW marah dan berubah wajahnya. Ketika Abu Dzar menemui beliau, Rasulullah pun bersabda, "Kamu menghinanya dengan menyebut-nyebut ibunya? Sesungguhmya kamu orang yang masih terdapat sifat jahiliyah dalam dirimu!"

    Tercetus ucapan seperti ini seakan-akan merupakan batu besar, peluru, atau pun petir yang menimpa Abu Dzar RA. Lalu ia katakan, "Wahai Rasulullah, walaupun diusia tuaku ini?"

    Rasulullah SAW menjawab, "Ya" Kemudian Abu Dzar pulang sambil menangis. Ketika Bilal berlalu didepannya Abu Dzar berkata, "Aku tidak akan mengangkat kepalaku dari tanah ini, sampai kamu menginjaknya dengan kakimu."

    Bilal pun tidak mau karena ia amatlah mulia dan akhlaknya begitu tinggi. Bilal katakan kepada Abu Dzar, "Kamu adalah saudaraku." Mereka berdua pun berdiri, saling berangkulan, dan sama-sama menangis.

***

    Diantara dasar-dasar pendidikan bagi pemuda muslim yaitu menjauhkan pemuda dari perbuatan mencela, memaki, ingin dikenal, dan menghina orang lain. karena ada sebagian sekolah yang menghasilkan oemuda yang kerjanya suka mencela, buruk akhlaknya, serta selalu membuat kebohongan terhadap hamba-hamba Allah lainnya.

    Ini bukanlah metode Nabi Muhammad SAW. Karena Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang keji, bukan orang yang buruk akhlaknya, bukan orang yang suka mencela, dan bukan orang yang suka menghina. Karena itu, Allah menyatukan untuk Nabi berbagai kabilah Arab yang diumpamakan seperti tanduk banteng yang tidak akan pernah bertemu. Melalui Nabi Muhammad SAW Allah mempersatukan mereka.

    Allah berfirman,
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Dia Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana." (Al-Anfal: 63)

Setelah Islam dan hijrah kaum Anshar bisa duduk dalam satu majelis. Kaum Anshar sebagaimana yang anda ketahui ada dua kabilah (suku): Al-Aus dan Al-Khazraj. Kedua kebilah ini dimasa jahiliyah selalu melakukan peperangan yang begitu pahit. Orang tidak pernah mendengar sampai seperti ini.

    Ketika Nabi Muhammad SAW datang, mereka menjadi Anshar (saling tolong-menolong). Tetapi, setan masuk diantara mereka, sementara mereka sudah berada didalam masyarakat yang Islami. Lalu seorang yahudi datang, kemudian duduk diantara mereka. Ia katakan kepada kaum Anshar, "Bagaimana terjadi peperangan Bi'ats antara kalian?" Yaitu, peperangan antara Al-Aus dan Al-Khazraj. Orang yahudi tadi mengingatkan mereka hari-hari yang begitu pahit itu.

    Mereka pun menjawab, "Kejadiannya begini... dan juga begini..." Lalu orang Aus berkata, "Kami telah mengalahkan kalian." Kemudian orang Khazraj berkata pula, "Tidak, kamilah yang menang dari kalian."

    Maka orang Aus itu pun berdiri menghina orang Khazraj tadi, dan orang Khazraj pun menghina orang Aus.

    Salah seorang diantara mereka berkata, "Perang! Perang! Mari kita tentukan waktu! Awas kalian di gurun nanti! Mereka hampir saja berperang. Kisah ini diceritakan Ibnu Jarir Al-Thabari dalam tafsirnya ketika membahas firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Ahli Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada ditengah-tengah kamu.

    Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Ali Imraan: 100-101)

    Lalu Al-Aus dan Al-Khazraj keluar. Salah seorang dari mereka berseru, "Perang! Perang! Mari menuju gurun!" Mereka kembali menghumuskan pedang, mengeluarkan pedang panjang mereka dari sarungnya.

    Mereka mengambil pedang dari sarungnya lantas segera berdatangan ke gurun. Keimanan-keimanan sudah hilang dari benak mereka. Al-Aus telah berada disatu sisi, dan Al-Khazaj pun berada disisi lainnya. Lalu sampailah berita itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian dengan rasa khawatir beliau keluar sambil mengambil pakaiannya guna melihat kaumnya. Nabi berdiri diantara dua barisan dan bersabda, "Wahai manusia, bukankah kalian dulu tersesat lalu Allah membimbing kalian dengan perantaraku? Bukankah kalian dulu bercerai-berai lalu Allah mempersatukan kalian dengan perantaraku?"

    Kemudian Nabi mengingatkan mereka, mulai mendakwahi mereka dan membacakan beberapa ayat Allah kepada mereka hingga menetes air mata. Al-Aus dan Al-Khazraj pun meletakkan pedang, padahal waktu itu mereka bagaikan singa-singa siap tempur. Mereka adalah veteran perang Badr, Uhud, dan Hunain. Lalu mereka jatuhkan pedang-pedang itu ke tanah. Mereka pun saling berangkulan, berpelukan, sementara tangisan semakin kencang. Kisah ini dipaparkan oleh Ibnu Jarir dan ulama-ulama semisalnya.

    Maka Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ 

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (Ali 'Imraan:103)

Langganan via Email...

0 Response to "3. Menanamkan Makna Ukhuwah"

Post a Comment