5. Menyikapi Perbedaan

    Yaitu, sikap kita terhadap perbedaan.

    Para ulama bisa saling berbeda pendapat karena beberapa alasan. Saya akan menyebutkannya secara ringkas. Alasan yang dikemukakan mereka bisa diterima, tetap mendapatkan pahala.

    Kita bersyukur karenanya dibeberapa masalah sekunder dalam agama. Yaitu :

  1. Bisa jadi ada dalil yang sampai kepada salah seorang ulama, tapi belum sampai kepada ulama yang lain.
  2. Bisa jadi dalil yang ada pada anda itu tsabit (tidak bisa diubah lagi), sementara yang ada pada orang lain sudah mansukh (dihapus hukumnya).
  3. Bisa jadi dalil itu shahih (benar) menurut anda tapi dha'if (lemah) menurut saya.
  4. Bisa jadi ada hadits tsabit dan shahih sampai kepada saya dan juga sampai kepada anda, namun pemahaman saya tentang hadits tersebut tidak sama dengan cara anda memahaminya.
    Adab ketika berbeda yaitu, masing-masing kita saling menjelaskan dulu masalahnya. Sehingga, apabila kita sama-sama telah sampai pada satu kesimpulan, maka mari kita kerjakan. Jika tidak, hendaklah masing-masing mengamalkan sesuai pendapatnya. Ini terjadi pada masalah-masalah sekunder (tidak pokok) dalam agama. Sehingga, orang yang berlainan pendapat dengan kita tidak ditegur atau pun dicela.

    Sungguh terlalu banyak permasalahan-permasalahan khilafiyah (yang wajar berbeda) disaman sekarang ini yang menyita waktu. Baik itu dikalangan dai ataupun pelajar. Seperti masalah menggerakan jari tangan ketika duduk tasyahhud; meletakkan tangan ketika shalat; duduk istirahat setelah sujud.

    Membahas masalah ini memang bagus dan penting. Tetapi kalau masalah-masalah seperti ini sampai memalingkan kita dari hal-hal yang lebih penting, atau hanya berputar-putar dalam masalah itu saja, kemudian yang satu tidak mau menarik kembali pendapatnya sementara yang lainnya juga tidak mau menarik, maka ini yang tidak bisa dibenarkan.

    Setiap golongan berhak mengatakan alasannya. Sehingga jika yang lain tidak bisa menerimanya, maka golongan yang pertama tadi dapat dimaklumi. Dengan syarat, golongan itu tidak mengikuti hawa nafsu.

    Ini terjadi pada masalah-masalah khilafiyah dalam fikih. Adapun dalam permasalahan-permasalahan akidah, kita tidak boleh lepas tangan begitu saja. Kita juga tidak bisa mengatakan seperti yang dikatakan sebagian ulama, "Hendaklah kita saling bekerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan hendaklah masing-masing kita mau menerima alasan dalam hal-hal yang kita perselisihkan."

Langganan via Email...

0 Response to "5. Menyikapi Perbedaan"

Post a Comment