1. Tentara yang Bertaubat

    Orang ini bercerita kepada saya tentang kisahnya waktu bertaubat kepada Allah. Sungguh kisah ini sangat menakjubkan. Sesungguhnya ini adalah kisah seorang insan ketika menjalani dua kehidupan, dua waktu, dan dua masa yang berbeda. Masa ketika menjalani hidup antara kegelapan dan cahaya, antara hidayah dan kesesatan. Merasa terjaga dan raib entah kemana... Orang ini tidak saya sabutkan namanya. Ida cukup terkenal didaerahnya karena ibadah, tangisan, kekhusyukan, dan bacaan Al-Qurannya. Ia bercerita kepada saya tentang kisah pertaubatannya, dengan air mata yang terus bercucuran.

    Dulu ia seorang tentara disebuah kota, membawa senapan dalam tugas pengawalan singkat. Pada masa itu ia memiliki tubuh yang kuat, tetapi mati hatinya. Berada dipuncak masa muda, namun miskin kemauannya. Tegap badannya, namun lemah imannya.

    Dia menceritakan kepada saya kalau dia tidak pernah sekali pun sujud karena Allah. Ia tidak mengerti shalat; apa itu shalat dan bagaimana nilai shalat itu. Ia tdak pernah masuk masjid kecuali saat pura-pura alim-apabila terpaksa melakukan hal itu. Hal itu dilakukan untuk mencari muka didepan orang-orang agar dikatakan baik.

    Dia dulunya betul-betul berpaling dari Allah. Dia katakan kepada saya kalau dia selalu mengejek agama Islam. Ia tidak suka keshalihan dan juga orang-orang shalih. Apabila diajak ke jalan Allah dia selalu mengulangi ungkapannya yang cukup terkenal, "Kafirkan saja terus terang, agar agama tidak akan bising lagi!"

    Dia pernah tidak mandi wajib. Bisa jadi karena terpaksa mencari muka didepan orang lain, dia kemudian masuk masid untuk shalat, masih dalam keadaan junub. Dia tidak mengerti wudhu'. Sebab, hatinya masih tidur terlelap dan mabuk kepayang.

    Di suatu kesempatan ia berdiri lalu menyalakan rokoknya. Dia lepaskan dahaga hatinya dengan gelas-gelas kemaksiatan dan nafsu syahwat. Dia biarkan matanya melihat yang haram. Dia biarkan pendengarannya menikmati nyanyian amoral. Dia biarkan seluruh anggota badannya sia-sia tanpa nilai dan norma. Dilihatnya seorang gadis, lalu terus diliriknya dengan kedua bola matanya yang bagaikan peluru itu.

    Malamnya dihabiskan bersama kawula muda yang kehilangan dan tak tentu arah tujuan;begadang bersama dalam canda tawa, dalam kenistaan, dalam dahaga dan kesesatan. Ketika rasa kantuk mengunjunginya, ia pun melemparkan tubuhnya kebumi seperti jasad yang mati sampai benar-benar dibangunkan. Dia tidur tidak dalam keadaan suci, tidak ada shalat, tidak ada bacaan Al-Quran, tidak ada ucapan zikir. Ia tidur seperti tidurnya orang linglung, tersesat, dan tak tahu arah.

    Ia selalu menghindar dari sunnah-sunnah Nabi dan dari ahlinya yang selalu konsisten mengamalkan sunnah itu. Ia menganggap agama itu bahan tertawaan. Berpegang teguh dengan agama berarti kemunduran dan terbelakang. Masalah-masalah agama sudah kuno, habis dimakan dan ditelan zaman.

    Dia benci dengan orang-orang shalih dan baik-baik. Bukan karena apa-apa, hanya karena mereka itu taat beragama dan jujur. Jarak antara dia dan kedua orang tuanya lebih kurang tiga ratus mil. tetapi, dia telah memutuskan dan melepaskan tali silaturahim dengan mereka.

    Siang, malam, jam-jam, menit-menit yang telah berlalu ia penuhi dengan permainan dan senda gurau. Ia menghabiskan waktu dengan canda tawa serta hanya mengikuti hawa nafsu.

    Allah menghadirkan seorang dai yang berwibawa. Seorang kakek yang mampu memberikan kesan. Seorang orang tua yang berilmu, laki-laki yang dihormati. Khatib yang membuat orang tak sadar, dan pembicaraan yang handal. Dai ini sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Semoga Allah merahmatinya. Memang buku-buku tidak menyebutkan namanya, namun hati selalu mengingatnya. Memang media-media cetak tidak berbicara tentangnya, namun air mata yang mengalir bercerita tentangnya.

    Dai ini mengunjungi kampung tentara tadi. Lalu ia masuk masjid kecil disamping kantor tempat tentara itu bertugas.

    Tentara tersebut sedang berjaga disamping masjid. Dai itu pun melaksanakan shalat, lalu berbicara kepadanya dengan kata-kata yang seolah membawa hati pergi menuju negeri akhirat. Tutur katanya membuat seluruh jiwa tertawan. Tentara tadi mendengarkan perkataan orang tua itu dengan seksama. Orang tua itu menjelaskan firman Allah,

    "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri                          memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (Al-Hasyr: 18)

    Dai itu berbicara panjang lebar mengingatkan tentang akhirat, keanehan-keanehan dan ketakutan-ketakutan yang ada disana. Ia bercerita tentang surga dan neraka. Tentara itu pun terkesiap, dan seketika timbul hasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah.

    Tentara tadi berujar tentang dirinya, "Saya benar-benar bagaikan berada dalam keadaan kacau balau, tidak tahu dimana saya. Saya benar-benar kehilangan kekuatan untuk berdiri. Saya pun terduduk diatas bumi ini. Tangisku menderu, Allah-lah Yang Maha Tahu."

    Dai ini benar-benar telah menyentuh fitrah yang dititipkan dalam diri orang itu, fitrah iman dan tauhid.

    Allah berfirman, "(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus." (Ar-Rum: 30)

    Tentara itu benar-benar ingat akan hari-harinya yang begitu hitam dan kelam. Ia membayangkan nanti berdiri di hadapan Allah dihari peradilan yang agung.

    Allah berfirman, "Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (Al-Haqqah: 18)

    Sang pemberi nasihat tadi telah selesai menyampaikan pesannya. Namun, pendosa yang telah menyesal ini belum berhenti menangis dan tidak akan pernah berhenti.

    Teman-temannya segera datang menemuinya sementara dia masih dalam keadaan menangis. "Ada apa denganmu? Apa yang terjadi padamu? Kamu baik-baik saja kan?" Namun ia hanya menjawab dengan tangisan.

    Seorang penyair mengatakan:

    "Bila air mata bercampur baur di pipi, Tampaklah mana orang yang menangis dan yang pura-             pura menangis."

    Mereka pun mengambil senjata yang ada di tangannya. Ia berdiri tertatih-tatih didepan temannya, masuk ke kamarnya, meneruskan ratapan dan kesedihannya. Tiba-tiba, ia meledak bagaikan gunung berapi, menyampaikan taubatnya di hadapan Allah. "Aku bertaubat kepada Allah. Aku memohon ampunan kepada Allah. Ya Rabbku, aku bertaubat kepada-Mu, mohon ampunan-Mu. Ramhmat-Mu ya Allah..."

    Allah berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. 

Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

    Sang tentara pun pulang, lalu mandi junub. Ia melepaskan pakaiannya dan mengenakan pakaian lainnya yang suci bersih. Ia memulai awal kehidupan imannya dengan shalat Maghrib.

    Selesai shalat Maghrib, ia pulang beserta dai itu menuju satu rumah yang bersebelahan dengan masjid. Ketika keadaan sudah tenang, ia mendekati sang orang tua dan menceritakan kisah hidupnya: kisah tak tentu arah, kisah buruknya, dan kisah tanpa kepedulian.

    Lalu sang dai yang bijaksana itu mulai memaparkan arah menuju hidayah serta jalan menuju kebahagiaan. Dai itu mengajarkan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ia minta diantara orang yang hadir disitu mengajarkan Al-Quran kepada orang yang telah bertaubat ini sesuai tajwid, (hukum bacaannya), cara menghafal dan mengamalkannya.

    Orang yang bertaubat ini berkata kepada saya, "Demi Allah, saya tidak tidur malam itu karena begitu senangnya menerima hidayah dan menyambut seruan Allah."

    Orang yang menyambut seruan-Nya ini terus menjalani hidup dengan iman. Demi Allah, dia katakan kepada saya, "Saya telah hafal Al-Quran luar kepala dalam empat bulan saja."

    Dia benar-benar tidak meninggalkan Al-Quran. Siang malam hanya tidur dua jam saja. Ia membaca Al-Quran sambil berdiri, duduk, dan juga ketika berbaring. Ia tetap terus mengerjakan amalan-amalan sunnah. Keadaannya membaik, pikirannya terbuka. Kesedeihan dan kecemasannya telah hilang. Usiannya sekarang sudah lebih lima puluh tahun. Dia menjadi orang yang paling rajin beribadah yang pernah saya lihat; mengkhatamkan Al-Quran setiap tiga hari; memiliki wirid-wirid yang berasal dari zikir-zikir yang diajarkan syariat. Air matanya begitu cepat mengalir, berseri-seri wajahnya, dan cerah mukanya.

Langganan via Email...

0 Response to "1. Tentara yang Bertaubat"

Post a Comment